Senin, 29 Juni 2015

Manajemen isu pada public relation : komunikasi krisis PT. Indonesia Air Asian dalam mengatasi kasus kecelakaan pesawat Air Asia QZ 8501



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Transportasi udara telah menjadi bagian penting manusia, kebutuhan terhadap transportasi ini digunakan untuk memajukan berbagai aspek kehidupan seperti perdagangan, pendidikan, industri maupun aspek sosial. Transportasi ini menjadi pilihan bagi sebagian orang yang hendak berkunjung atau bepergian ke suatu tempat yang berjarak jauh untuk memenuhi agenda bekerja ataupun berwisata. Transportasi seperti pesawat terbang akan selalu menjadi bagian utama yang dicari oleh siapapun karena dapat menjangkau area yang paling jauh dengan waktu tempuh yang relatif cepat. Oleh karena itu, kondisi pesawat terbang yang baik dan nyaman sangat dibutuhkan guna mengurangi resiko kecelakaan.
Kasus kecelakaan pesawat terbang akan selalu dikaitkan dengan beberapa faktor seperti: human eror, climate, maupun turbulence. Demi mengurangi resiko kecelakaan pesawat hal yang perlu dilakukan sebuah perusahaan penerbangan adalah dengan melakukan perawatan pesawat. Sebaiknya sebelum atau sesudah pesawat digunakan selalu dicheck kembali mesin pesawat tersebut. Kasus kecelakaan pada maskapai penerbangan bisa jadi menimbulkan dampak buruk pada perusahaan, misalnya saja: penurunan jumlah pelanggan, berkurangnya kepercayaan publik menggunakan maskapai tersebut hingga pada munculnya krisis akibat kelalaian perusahaan mengatasi masalah internalnya.
Masalah internal dalam kasus kecelakaan pesawat dapat ditelusuri misalanya: dari buruknya manajemen atau sistem yang berlaku, pengadaan dan perawatan hingga operational pesawat yang terabaikan, atau pelayanan bagi pelanggan yang tidak cepat tanggap dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pihak manajemen harus menyadari dan mampu mempersiapkan berbagai serangkaian antisipasi secara mendesak untuk menangani dampak yang muncul dari krisis tersebut karena sesungguhnya situasi krisis bisa jadi sebuah ancaman.
BAB  II
PEMBAHASAN
A.    Manajemen isu
Kemunculan  isu  dalam  sebuah  perusahaan  memberikan  dampak  yang tidak  terprediksi. Semuanya bergantung pada  kesiapan  perusahaan  dalam menghadapi isu serta memberikan solusi terhadap kemunculan isu. Penanganan isu yang dilakukan oleh setiap perusahaan beragam. Hal ini mungkin berkaitan dengan  seberapa  besar  potensi  isu  yang  muncul  memiliki  dampak  dalam perusahaan.
 Menurut  Prayudi  (2008:34)  awal  mula  kemunculan  isu  disebabkan  oleh adanya  ketidaksesuaian  pengertian  yang  dimiliki  oleh  pihak  manajemen  dan publik perusahaan. Untuk lebih memahami definisi dari isu, berikut beberapa isu yang dikemukakan dari beberapa sumber:
Isu  terjadi  ketika  sebuah  masalah  menjadi  terfokus  pada  satu pertanyaan  khusus  yang  bisa  mengarahkan  pada  pertikaian  dan beberapa jenis resolusi, (Crable dan Combs dalam Prayudi, 2008:35) Lalu definisi selanjutnya di nyatakan oleh Heath dan Coombs (dalam Prayudi,  2008:35).
 Isu  merupakan  perbedaan  pendapat  yang diperdebatkan,  masalah  fakta,  evaluasi,  atau  kebijakan  yang  penting bagi pihak-pihak yang berhubungan.
Dari  definisi-definisi  tersebut  terdapat  kesamaan  makna  bahwa  setiap perusahaan  tidak  pernah  mengharapkan  akan  munculnya  isu.  Ketika  isu  mulai muncul  didalam  sebuah  perusahaan,  maka  dapat  dipastikan  akan  terjadi kesenjangan perusahaan dengan publiknya.
Menurut  Crabble  dan  Vibert  (dalam  Prayudi,  2008:38)  terdapat beberapa  jenis  isu  yang  berkembang  pada  perusahaan,  diantaranya  sebagai
berikut:
1)      Isu fakta, merupakan isu yang tidak perlu dipertentangkan, misal isu bahwa perusahaan menghadapi kekurangan bahan mentah. Isu  definisi  atau  kategori,  ketika  melihat  kamus  seseorang  dapat membaca bahwa sesuatu dapat didefinisikan dalam beragam kategori.
2)      Isu  nilai,  meliputi  penilaian  apakah  sesuatu  itu  baik  atau  buruk,  etis atau tidak etis, benar atau salah, dan sebagainya.
3)      Isu  kebijakan,  meliputi  pertikaian  atas  tindakan  yang  harus  diambil pada situasi tertentu.
B.     Proses manejemen isu
Kemunculan  isu  pada  sebuah  perusahaan  menjadi  sebuah  tantangan tersendiri  bagi  perusahaan  untuk  dapat  menentukan  tindakan  yang  mampu mengatasi  isu  yang  berkembang  pada  masyarakat.  Kejadian  ini  membutuhkan adanya  fungsi  manajemen  yang  dapat  melakukan  manajemen  isu  pada perusahaan.  Manajemen  isu  adalah  proses  proaktif  dalam  mengantisipasi, mengidentifikasi,  mengevaluasi  dan  merespon  isu-isu  kebijakan  publik  yang mempengaruhi  hubungan  publik  dengan  publik  mereka  (Cutlip,  Center  dan Broom 2009:24). Terdapat dua esensi dari manajemen isu yaitu :
1)      Identifikasi dini atas isu yang berpotensi mempengaruhi perusahaan.
2)      Respon  strategis  yang  didesain  untuk  mengurangi  atau  memperbesar konsekuensi dari isu tersebut.
Dalam konteks opini publik, manajemen isu berusaha untuk menjelaskan tren  dalam  opini  publik  sehingga  perusahaan  itu  bisa  merespon  tren  tersebut sebelum  berkembang  menjadi  konflik  serius  (Cutlip,  Center  dan  Broom 2009:24).  Lebih  lanjut,  Chase  (dalam  Cutlip,  Center  dan  Broom  2009:24) mengatakan  bahwa  manajemen  isu  mencakup  identifikasi  isu,  analisis  isu, menentukan prioritas, memilih program strategi, mengimplementasikan program aksi dan komunikasi, serta mengevaluasi efektivitasnya. Dia mengatakan, proses tersebut  akan  menyelaraskan  prinsip,  kebijakan  dan  praktik  korporat  dengan realitas  ekonomi  yang  terpolitisasi.
Manajemen  isu,  selalu  berkaitan  dengan  adanya  kebijakan  publik didalamnya, oleh karena itu manajemen isu erat kaitannya dengan  public policy(kebijakan publik).
Untuk  lebih  memahami  definisi  dari  manajemen  isu,  penulis mencantumkan beberapa definisi terkait manajemen isu dari berbagai sumber:
Yang pertama dikemukakan oleh Case (dalam Jaques 2008). Isu sebagai sebuah masalah  yang  belum  terselesaikan  namun  harus  siap  dengan  keputusan.  Ia menyatakan  bahwa  manajemen  isu  adalah  kemampuan  untuk  memahami, memobilisasi,  mengkoordinasi  dan  mengarahkan  seluruh  fungsi  strategis  dari kebijakan publik, serta semua urusan publik yang mengarah kepada satu tujuan. Partisipan  yang  terlibat  dalam  kebijakan  publik  turut  mempengaruhi  dampak yang diterima oleh perusahaan (Chase dalam Jaques 2008).
Definisi  lain  dikemukakan  oleh  Regester  dan  Larkin  (2003:61)  ia mengatakan bahwa respon yang efektif dari manajemen isu terbagi menjadi dua kunci, yaitu identifikasi yang cepat dan respon perusahaan untuk mempengaruhi proses kebijakan publik. Manajemen isu bersifat proaktif, anticipatorydan proses perencanaan dalam mempengaruhi perusahaan dari sebuah isu sebelum berubah menjadi manajemen krisis.
C.    Krisis
Banyak pertanyaan –pertanyaan yang sering muncul pada saat krisis menghadang pada suatu organisasi diantara lain : Apa itu Krisis? Darimana sumbernya? Mengapa muncul Krisis? Bagaimana bentuknya? Apa dampak negatifnya bagi organisasi ? Dan bagaimana mengatasinya?
Dari beberapa literatur,  krisis diartikan dalam beberapa pengertian yaitu:” bencana, kesengsaraan atau marabahaya yang datang mendadak”; ”bahaya yang datang secara berkala karena tidak pernah diambil tindakan memadai” dan ”ledakan dari serangkaian peristiwa penyimpangan yang  terabaikan sehingga akhirnya sistem menjadi tidak berdaya lagi”.
Krisis menurut Barton (Ngurah Putra , 1999:84) adalah peristiwa besar yang tak terduga yang secara potensial berdampak negatif terhadap baik perusahaan maupun publik. Peristiwa ini mungkin secara cukup berarti merusak organisasi, karyawan, produk, jasa yang dihasilkan organisasi, kondisi keuangan dan reputasi perusahaan.
Caroline Sapriel yang dikutip Machfud (1998) mengatakan pada dasarnya krisis adalah suatu kejadian, dugaan atau keadaan yang mengancam keutuhan, reputasi, atau keberlangsungan individu atau organisasi. Hal tersebut mengancam rasa aman, kelayakan dan nilai-nilai sosial publik, bersifat merusak baik secara aktual maupun potensial pada organisasi, dimana organisasi itu sendiri tidak dapat segera menyelesaikannya. 
Berbagai pengertian di atas menunjukkan , krisis  dipandang sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak punya implikasi negatif atau bersifat merusak pada suatu organisasi daripada sebaliknya.
Menurut Otto Lerbinger yang pendapatnya dikutip Mazur & White  ( 1998: 32) kategori krisis dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a.       Krisis teknologis (technological crisis). Dalam era pascaindustri ini makin banyak koorporasi yang tergantung pada kemajuan dan keandalan teknologi, sehingga bilamana teknologinya gagal maka akibatnya bagi masyarakat sangat dahsyat.
b.      Krisis konfrontasi  (confrontation crisis). Krisis timbul karena gerakan masa melakukan proses dan kecaman terhadap korporasi.
c.       Krisis tindak kejahatan  (crisis of malevolence). Krisis timbul sebagai akibat dari tindakan beberapa orang atau kelompok-kelompok terorganisasi.
d.      Krisis kegagalan manajemen (crisis of management failures). Krisis muncul karena terjadinya salah urus dan penyalahgunaan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang diberi kewenangan khusus.
e.       Krisis ancaman-ancaman lain (crisis involving other threats to the organization). Dalam perkembangan sekarang, krisis terutama dapat berbentuk likuidasi, pencaplokan, dan merger perusahaan.
Linke mengkategorikan krisis dengan melihat proses atau waktu kejadian sebuah krisis. Menurut Linke, krisis terbagi ke dalam empat jenis.,aitu:
a.       The exploding crisis, krisis yang terjadi karena sesuatu yang diluar kebiasaan, misalnya kebakaran, kecelakaan kerja atau peristiwa yang dengan mudah dapat dikategorikan dann terkenali yang punya dampak langsung.
b.      The immediate crisis, yakni sebuah kejadian yang membuat manajemen terkejut, namun masih ada waktu untuk mempersiapkan respon terhadap krisis tersebut, misalnya laporan media massa tentang sebuah perusahaan, pengumuman pemerintah tentang ambang batas pencemaran dan sebagainya.
c.       The a building crisis, yakni sebuah krisis yang sedang berproses dan dapat diantisipasi, misalnya negosiasi dengan buruh.
d.      The continuing crisis, yakni problem kronis yang memerlukan waktu panjang untuk muncul. Ia biadsanya sangat kompleks dan kemunculannya tidak mudah, bahkan mungkin tidak dikenali sama sekali, misalnya krisis industri asbestos di Amerika Serikat (Ngurah, 1999:92).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyebab krisis dapat berasal dari luar organisasi maupun dari dalam organisasi, dan dapat dikategorikan menjadi: (1) Krisis yang disebabkan karena kesalahan manusia, (2). Karena kegagalan teknologi, (3). Karena alasan sosial (kerusuhan, perang, sabotase maupun teroris), (4). Karena berkaitan dengan bencana alam (natural disaster) dan (5). Karena ketidak becusan manajemen.
D.    Strategi komunikasi dalam menghadapi krisis
Kesalahan umum yang paling sering dilakukan oleh pimpinan organisasi yang tidak siap menghadapi krisis adalah dalam bidang komunikasi. Bentuk kesalahan yang dilakukan misalnya melakukan penolakan telah terjadi krisis, berbohong, spekulasi dan menolak untuk memberi informasi yang jujur dan komplit. Menurut Fearn-Banks, Haggart, Stubbart yang dikutip Ngurah Putra (1999) komunikasi pada saat organisasi menghadapi krisis menjadi sangat penting disebabkan antara lain karena krisis dicirikan oleh adanya ketidakpastian (uncertainty), konflik kepentingan (conflict of interest), kompleksitas dan keterlibatan emosional.  Pada saat sebuah krisis terjadi, kebutuhan akan sebuah informasi biasanya begitu tinggi. Informasi yang cepat dan tepat akan mengurangi ketidakpastian.
Keberhasilan komunikasi krisis tergantung dari program komunikasi yang dibuat oleh sebuah organisasi dalam menghadapi krisis. Program komunikasi  perlu mempertimbangkan beberapa hal seperti khalayak atau publik suatu organisasi, tujuan kegiatan komunikasi untuk masing-masing publik, pesan yang akan disampaikan, media komunikasi yang akan digunakan, bentuk informasi, pelaku komunikasi atau juru bicara atau sumber komunikasi krisis serta dukungan pihak luar dalam penguatan organisasi  (Barton, 1993; Fearn Banks, 1996; W.Noeradi, 1997).
Isi komunikasi  harus dapat memenuhi kebutuhan yang berbeda-beda dari berbagai publik. Menurut Sturges, dkk ( Ngurah Putra,1999) informasi dalam komunikasi krisis dapat berupa:
a.       Instructing information, yakni informasi yang pada dasarnya berisi petunjuk atau pedoman apa yang harus dilakukan oleh publik ketika ada dalam sebuah krisis. Informasi jenis ini penting karena pada saat krisis, publik menginginkan pedoman yang pasti bagi langkah mereka selanjutnya.
b.      Adjusting information adalah informasi yang memungkinkan publik untuk mengatasi masalah-masalah emosional mereka, misalnya dalam kasus kecelakaan pesawat.
c.       Internalizing informations adalah informasi yang akan diserap khalayak yang pada akhirnya akan membentuk penilaian publik terhadap sebuah organisasi dalam jangka panjang. Isi komunikasi biasanya menyangkut inti krisis yang sedang dihadapi langkah-langkah apa yang akan dilakukan organisasi dalam menangani krisis.
Dalam menyampaikan pesan, perlu pula dipertimbangkan aspek-aspek hukum untuk menghindari kemungkinan terjadinya tuntutan oleh publik terhadap organisasi karena menyampaikan informasi yang menyesatkan atau merugikan publik. Selain itu, saluran komunikasi atau media yang akan digunakan dalam menyampaikan pesan juga perlu diperhitungkan. Keefektifan komunikasi, dalam banyak hal sangat tergantung pada saluran atau media yang digunakan. Media komunikasi pribadi seperti tatap muka, pertemuan maupun media komunikasi publik seperti suratkabar, maupun televisi dapat digunakan. Yang penting dalam pemilihan pesan adalah kemampuannya dalam menyampaikan pesan dan tinggi rendahnya kadar kepercayaan publik terhadap media tersebut.
E.     Bagaimana  penanganan manajemen public relation dalam menghadapi krisis
Penanganan krisis pada sebuah perusahaan dapat dilakukan dengan komunikasi baik itu internal maupun eksternal. Komunikasi krisis bertujuan untuk mempertahankan kredibilitas dan reputasi perusahaan. Menurut FearnBanks, (dalam Putra 1999:98) komunikasi krisis adalah “the communication between the organization and its public prior to, during and after negative occurance.” Komunikasi pada saat krisis ini dilakukan untuk memberikan informasi yang akurat kepada publik khususnya melalui media mengenai apa yang telah menimpa perusahaan, sehingga publik tidak bertanya-tanya atau berprasangka buruk terhadap apa yang terjadi karena pada saat krisis terjadi kebutuhan akan informasi yang tinggi.
Pemenuhan akan informasi ke publik tersebut dilakukan melalui media cetak maupun media elektronik. Respon dan cara pengelolaan krisis oleh suatu perusahaan mencerminkan bagaimana perusahaan tersebut memperlihatkan tanggung jawab atas perbuatannya dan menunjukkan kewajiban terhadap para stakeholdernya. Penanganan sebuah krisis sebagai suatu tanggung jawab terhadap publiknya dapat dilihat seperti contoh kasus mengenai tindakan yang dilakukan oleh manajemen Japan Airlines(JAL) saat mengalami kecelakaan pada tahun 1985. 
Manajemen JAL segera menginformasikan korban yang meninggal, luka-luka dan yang selamat bahkan langsung menghubungi pihak keluarga korban. JAL mempunyai kontrol yang baik pada arus informasi yang ada dan juga memiliki laporan mendetail mengenai apa yang menyebabkan kecelakaan. Pimpinan JAL sendiri, Yasumoto Takagi memberikan news conference untuk memberikan keterangan, menyampaikan rasa belasungkawa dan meminta maaf atas kecelakaan yang terjadi kemudian melayani penguburan para korban, memberikan bantuan keuangan dan tawaran pengunduran diri dari pejabat teras perusahaan. Dalam aspek komunikasi, JAL memiliki kendali informasi yang lebih baik, sehingga perusahaan dengan segera dapat memberikan informasi mengenai jumlah orang berikut nama-namanya yang menjadi korban kecelakaan. Bahkan JAL juga memberikan informasi mengenai percakapan antara cockpitdan pusat kendali di bandara. Semua aktifitas komunikasi dan penanganan pada saat krisis akibat kecelakaan yang menimpa JAL dapat dijadikan contoh bagi perusahaan penerbangan yang lain.
Mengambil contoh kasus pada kecelakan yang pernah dialami pesawat Air Asia QZ8501 adalah  Kementerian Perhubungan merilis kronologi hilangnya pesawat AirAsia QZ8501 dalam jumpa pers di kantor Otoritas Bandara Wilayah II, Bandara Soekarno-Hatta, Minggu (28/12/2014). seperti yang diungkapkan Direktur Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo kepada kompas.com :
·         Pukul 05.36, pesawat berangkat dari Surabaya menuju Singapura dengan ketinggian 32.000 kaki. Pesawat dilaporkan mengikuti jalur yang biasa ditempuh antara Surabaya dan Singapura, yaitu M635.
·         Kontak terakhir pesawat dengan Air Traffic Control Jakarta pukul 06.12. Dalam kontak itu, pilot meminta menghindar ke arah kiri dan meminta izin untuk naik ke ketinggian 38.000 kaki. Permintaan pilot disetujui oleh pihak ATC.
·         Pukul 06.16, pesawat masih ada di layar radar.
·         Pukul 06.17, pesawat hanya tinggal sinyal di dalam radar ATC.
·         Pukul 06.18, pesawat hilang dari radar. Yang ada pada radar tinggal data rencana terbang. Seharusnya, di dalam radar terdapat data lain, yakni realisasi terbang. Namun, data itu hilang.
·         Pukul 07.08, pesawat dinyatakan INCERFA, yakni tahap awal hilangnya kontak. Pihak Dirjen Perhubungan melakukan kontak ke Basarnas.
·         Pukul 07.28, pesawat dinyatakan ALERFA, tahap berikut dalam menyatakan pesawat hilang kontak.
·         Pukul 07.55, pesawat dinyatakan DETRESFA atau resmi dinyatakan hilang.

Kasus kehilangan pesawat Air Asia QZ8501 dengan muatan 155 penumpang itu diperkirakan jatuh di perairan Tanjung Pandan dan Pontianak. Ini merupakan sebuah musibah yang dapat melanda perusahaan penerbangan bahwa siapa saja dalam berbagai  tingkatan sehingga tidak ada satu organisasi atau perusahaan  yang dapat bersikap acuh tak acuh terhadap segala kemungkinan yang terjadi. Oleh sebab itu setiap organisasi atau perusahaan permu membentuk sebuah tim manajemem krisis yang permanen guna mengantisipasi ataupun menangani kasus-kasus berkaitan dengan krisis yang terjadi pada perusahaan tersebut.  Seperti yang dilakukan Dirjen perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo setelah mendapat informasi pesawat Air Asia QZ8501 hilang content,maka di Tower Soekarno-Hatta  dibuka Crisis Management Center sesuai SOP AirNav Indonesia.
Penanganan krisis yang utama dapat dilakukan dengan komunikasi, baik itu secara internal maupun eksternal. Komunikasi pada saat krisis ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada publik khususnya melalui media mengenai kejadian yang menimpa perusahaan sehingga publik tidak bertanya-tanya atau berspekulasi tentang apa yang sedang terjadi. Kunci sukses mencapai komunikasi krisis yang baik dalam situasi krisis adalah menentukan peran organisasi/perusahaan itu sendiri sebagai pusat informasi satu-satunya (yang utama) dengan menjelaskan apa yang sedang terjadi dan upaya apa yang telah dilakukan dalam menghadapi krisis tersebut
Dalam kasus jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 dalam hal ini pihak Indonesia Air Asia sendiri telah melakukan tahapan komunikasi krisis yaitu dengan menggelar jumpa pers yang dilakukan pada hari terjadinya peristiwa (tanggal 28 Desember 2014). Direktur Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo sebagai narasumber mengumumkan melalui media bahwa pesawat Air Asia QZ8501 telah hilang, menyampaikan kronologi sebelum pesawat hilang dan berupaya menangani evaluasi korban.
Kondisi tersebut memperlihatkan bahwa pejabat tertinggi perusahaan sekalipun harus turun tangan mempertanggungjawabkan kecelakaan yang menimpa pesawat Air Asia tersebut, bahwa Menteri-meneteri Perhubungan  turut membantu pihak manajemen Air Asia dalam mengatasi kecelakaan pesawat tersebut.















BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
Dalam kemunculan  isu  pada  sebuah  perusahaan  menjadi  sebuah  tantangan tersendiri  bagi  manajemen issue untuk  dapat  menentukan  tindakan  yang  mampu mengatasi  isu  yang  berkembang  pada  masyarakat. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan manajemen isu dalam menghadapi isu mencakup  identifikasi  isu,  analisis  isu, menentukan prioritas, memilih program strategi, mengimplementasikan program aksi dan komunikasi, serta mengevaluasi efektivitasnya.
 Suatu perusahaan atau organisasi yang dianggap atau dalam kondisi krisis  dipandang sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak punya implikasi negatif atau bersifat merusak pada suatu organisasi daripada sebaliknya. Penanganan krisis pada sebuah perusahaan dapat dilakukan dengan komunikasi baik itu internal maupun eksternal. Komunikasi krisis bertujuan untuk mempertahankan kredibilitas dan reputasi perusahaan. Komunikasi pada saat krisis untuk memberikan informasi kepada publik khususnya melalui media mengenai kejadian yang menimpa perusahaan sehingga publik tidak bertanya-tanya atau berspekulasi tentang apa yang sedang terjadi.







Daftar pustaka
Putra, I.G.N. 1999. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta : Andi Offset. Hal. 98
Regester, Michael. 2003. Judy Larkin. Risk Issues and Crisis Management In Public Relations. New Delhi : Kogan Page Pvt. Ltd. Hal.146-147
Cutlip, Scott M., Allen H. Center & Glen M. Broom, Ph.D. 2000. Effective Public Relations. Eight Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
Chase, W. Howard. 1984. Issue Management: origins of the future. U.S.A.: Issue Actions Publications Inc.
Barton, L. 1993. Crisis in Organizations: Managing and Communications in the Heat of
Chaos. Cincinnati: South- Western Publishing.
Fearn-Banks, K. 1996. Crisis Communications: A casebook Approach . Mahwah NJ: Lawrence Erlbaum.
I Gusti Ngurah Putra. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Universitas Atma Jaya.
Mazur, Laura & John White.1998. ”Manajemen Krisis” (alih bahasa Miftah F.Rakhmat). artikel pada Jurnal ISKI Manajemen Krisis, No. 2/Oktober 1998.

1 komentar: