BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Transportasi
udara telah menjadi bagian penting manusia, kebutuhan terhadap transportasi ini
digunakan untuk memajukan berbagai aspek kehidupan seperti perdagangan,
pendidikan, industri maupun aspek sosial. Transportasi ini menjadi pilihan bagi
sebagian orang yang hendak berkunjung atau bepergian ke suatu tempat yang berjarak
jauh untuk memenuhi agenda bekerja ataupun berwisata. Transportasi seperti
pesawat terbang akan selalu menjadi bagian utama yang dicari oleh siapapun
karena dapat menjangkau area yang paling jauh dengan waktu tempuh yang relatif
cepat. Oleh karena itu, kondisi pesawat terbang yang baik dan nyaman sangat
dibutuhkan guna mengurangi resiko kecelakaan.
Kasus
kecelakaan pesawat terbang akan selalu dikaitkan dengan beberapa faktor
seperti: human eror, climate, maupun turbulence. Demi mengurangi resiko kecelakaan
pesawat hal yang perlu dilakukan sebuah perusahaan penerbangan adalah dengan
melakukan perawatan pesawat. Sebaiknya sebelum atau sesudah pesawat digunakan
selalu dicheck kembali mesin pesawat tersebut. Kasus kecelakaan pada maskapai
penerbangan bisa jadi menimbulkan dampak buruk pada perusahaan, misalnya saja:
penurunan jumlah pelanggan, berkurangnya kepercayaan publik menggunakan
maskapai tersebut hingga pada munculnya krisis akibat kelalaian perusahaan
mengatasi masalah internalnya.
Masalah internal
dalam kasus kecelakaan pesawat dapat ditelusuri misalanya: dari buruknya
manajemen atau sistem yang berlaku, pengadaan dan perawatan hingga operational
pesawat yang terabaikan, atau pelayanan bagi pelanggan yang tidak cepat tanggap
dan lain sebagainya. Oleh karena itu, pihak manajemen harus menyadari dan mampu
mempersiapkan berbagai serangkaian antisipasi secara mendesak untuk menangani
dampak yang muncul dari krisis tersebut karena sesungguhnya situasi krisis bisa
jadi sebuah ancaman.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manajemen
isu
Kemunculan isu
dalam sebuah perusahaan
memberikan dampak yang tidak
terprediksi. Semuanya bergantung pada
kesiapan perusahaan dalam menghadapi isu serta memberikan solusi
terhadap kemunculan isu. Penanganan isu yang dilakukan oleh setiap perusahaan
beragam. Hal ini mungkin berkaitan dengan
seberapa besar potensi
isu yang muncul
memiliki dampak dalam perusahaan.
Menurut
Prayudi (2008:34) awal
mula kemunculan isu
disebabkan oleh adanya ketidaksesuaian pengertian
yang dimiliki oleh
pihak manajemen dan publik perusahaan. Untuk lebih memahami
definisi dari isu, berikut beberapa isu yang dikemukakan dari beberapa sumber:
Isu
terjadi ketika sebuah
masalah menjadi terfokus
pada satu pertanyaan khusus
yang bisa mengarahkan
pada pertikaian dan beberapa jenis resolusi, (Crable dan
Combs dalam Prayudi, 2008:35) Lalu definisi selanjutnya di nyatakan oleh Heath
dan Coombs (dalam Prayudi, 2008:35).
Isu
merupakan perbedaan pendapat
yang diperdebatkan, masalah fakta,
evaluasi, atau kebijakan
yang penting bagi pihak-pihak
yang berhubungan.
Dari
definisi-definisi tersebut terdapat
kesamaan makna bahwa
setiap perusahaan tidak pernah
mengharapkan akan munculnya
isu. Ketika isu
mulai muncul didalam sebuah
perusahaan, maka dapat
dipastikan akan terjadi kesenjangan perusahaan dengan
publiknya.
Menurut
Crabble dan Vibert
(dalam Prayudi, 2008:38)
terdapat beberapa jenis isu
yang berkembang pada
perusahaan, diantaranya sebagai
berikut:
1) Isu
fakta, merupakan isu yang tidak perlu dipertentangkan, misal isu bahwa
perusahaan menghadapi kekurangan bahan mentah. Isu definisi
atau kategori, ketika
melihat kamus seseorang
dapat membaca bahwa sesuatu dapat didefinisikan dalam beragam kategori.
2) Isu nilai,
meliputi penilaian apakah
sesuatu itu baik
atau buruk, etis atau tidak etis, benar atau salah, dan
sebagainya.
3) Isu kebijakan,
meliputi pertikaian atas
tindakan yang harus
diambil pada situasi tertentu.
B. Proses manejemen isu
Kemunculan isu
pada sebuah perusahaan
menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi
perusahaan untuk dapat
menentukan tindakan yang
mampu mengatasi isu yang
berkembang pada masyarakat.
Kejadian ini membutuhkan adanya fungsi
manajemen yang dapat
melakukan manajemen isu
pada perusahaan. Manajemen isu
adalah proses proaktif
dalam mengantisipasi,
mengidentifikasi, mengevaluasi dan
merespon isu-isu kebijakan
publik yang mempengaruhi hubungan
publik dengan publik
mereka (Cutlip, Center
dan Broom 2009:24). Terdapat dua esensi dari manajemen isu yaitu :
1) Identifikasi
dini atas isu yang berpotensi mempengaruhi perusahaan.
2) Respon strategis
yang didesain untuk
mengurangi atau memperbesar konsekuensi dari isu tersebut.
Dalam konteks opini publik, manajemen
isu berusaha untuk menjelaskan tren
dalam opini publik
sehingga perusahaan itu
bisa merespon tren
tersebut sebelum berkembang menjadi
konflik serius (Cutlip,
Center dan Broom 2009:24). Lebih
lanjut, Chase (dalam
Cutlip, Center dan
Broom 2009:24) mengatakan bahwa
manajemen isu mencakup
identifikasi isu, analisis
isu, menentukan prioritas, memilih program strategi, mengimplementasikan
program aksi dan komunikasi, serta mengevaluasi efektivitasnya. Dia mengatakan,
proses tersebut akan menyelaraskan
prinsip, kebijakan dan
praktik korporat dengan realitas ekonomi
yang terpolitisasi.
Manajemen isu,
selalu berkaitan dengan
adanya kebijakan publik didalamnya, oleh karena itu manajemen
isu erat kaitannya dengan public
policy(kebijakan publik).
Untuk
lebih memahami definisi
dari manajemen isu,
penulis mencantumkan beberapa definisi terkait manajemen isu dari
berbagai sumber:
Yang pertama dikemukakan oleh Case
(dalam Jaques 2008). Isu sebagai sebuah masalah
yang belum terselesaikan
namun harus siap
dengan keputusan. Ia menyatakan
bahwa manajemen isu
adalah kemampuan untuk
memahami, memobilisasi,
mengkoordinasi dan mengarahkan seluruh
fungsi strategis dari kebijakan publik, serta semua urusan
publik yang mengarah kepada satu tujuan. Partisipan yang
terlibat dalam kebijakan
publik turut mempengaruhi
dampak yang diterima oleh perusahaan (Chase dalam Jaques 2008).
Definisi
lain dikemukakan oleh
Regester dan Larkin
(2003:61) ia mengatakan bahwa
respon yang efektif dari manajemen isu terbagi menjadi dua kunci, yaitu
identifikasi yang cepat dan respon perusahaan untuk mempengaruhi proses
kebijakan publik. Manajemen isu bersifat proaktif, anticipatorydan proses
perencanaan dalam mempengaruhi perusahaan dari sebuah isu sebelum berubah
menjadi manajemen krisis.
C. Krisis
Banyak pertanyaan –pertanyaan yang
sering muncul pada saat krisis menghadang pada suatu organisasi diantara lain :
Apa itu Krisis? Darimana sumbernya? Mengapa muncul Krisis? Bagaimana bentuknya?
Apa dampak negatifnya bagi organisasi ? Dan bagaimana mengatasinya?
Dari beberapa literatur, krisis diartikan dalam beberapa pengertian
yaitu:” bencana, kesengsaraan atau marabahaya yang datang mendadak”; ”bahaya
yang datang secara berkala karena tidak pernah diambil tindakan memadai” dan
”ledakan dari serangkaian peristiwa penyimpangan yang terabaikan sehingga akhirnya sistem menjadi
tidak berdaya lagi”.
Krisis menurut Barton (Ngurah Putra ,
1999:84) adalah peristiwa besar yang tak terduga yang secara potensial
berdampak negatif terhadap baik perusahaan maupun publik. Peristiwa ini mungkin
secara cukup berarti merusak organisasi, karyawan, produk, jasa yang dihasilkan
organisasi, kondisi keuangan dan reputasi perusahaan.
Caroline Sapriel yang dikutip Machfud
(1998) mengatakan pada dasarnya krisis adalah suatu kejadian, dugaan atau
keadaan yang mengancam keutuhan, reputasi, atau keberlangsungan individu atau
organisasi. Hal tersebut mengancam rasa aman, kelayakan dan nilai-nilai sosial
publik, bersifat merusak baik secara aktual maupun potensial pada organisasi,
dimana organisasi itu sendiri tidak dapat segera menyelesaikannya.
Berbagai pengertian di atas menunjukkan
, krisis dipandang sebagai suatu situasi
atau kejadian yang lebih banyak punya implikasi negatif atau bersifat merusak pada
suatu organisasi daripada sebaliknya.
Menurut Otto Lerbinger yang pendapatnya
dikutip Mazur & White ( 1998: 32)
kategori krisis dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Krisis
teknologis (technological crisis). Dalam era pascaindustri ini makin banyak
koorporasi yang tergantung pada kemajuan dan keandalan teknologi, sehingga
bilamana teknologinya gagal maka akibatnya bagi masyarakat sangat dahsyat.
b. Krisis
konfrontasi (confrontation crisis).
Krisis timbul karena gerakan masa melakukan proses dan kecaman terhadap
korporasi.
c. Krisis
tindak kejahatan (crisis of
malevolence). Krisis timbul sebagai akibat dari tindakan beberapa orang atau
kelompok-kelompok terorganisasi.
d. Krisis
kegagalan manajemen (crisis of management failures). Krisis muncul karena
terjadinya salah urus dan penyalahgunaan kekuasaan oleh kelompok-kelompok yang
diberi kewenangan khusus.
e. Krisis
ancaman-ancaman lain (crisis involving other threats to the organization).
Dalam perkembangan sekarang, krisis terutama dapat berbentuk likuidasi,
pencaplokan, dan merger perusahaan.
Linke mengkategorikan krisis dengan
melihat proses atau waktu kejadian sebuah krisis. Menurut Linke, krisis terbagi
ke dalam empat jenis.,aitu:
a. The exploding crisis, krisis
yang terjadi karena sesuatu yang diluar kebiasaan, misalnya kebakaran,
kecelakaan kerja atau peristiwa yang dengan mudah dapat dikategorikan dann
terkenali yang punya dampak langsung.
b. The immediate crisis,
yakni sebuah kejadian yang membuat manajemen terkejut, namun masih ada waktu
untuk mempersiapkan respon terhadap krisis tersebut, misalnya laporan media
massa tentang sebuah perusahaan, pengumuman pemerintah tentang ambang batas
pencemaran dan sebagainya.
c. The a building crisis,
yakni sebuah krisis yang sedang berproses dan dapat diantisipasi, misalnya
negosiasi dengan buruh.
d. The continuing crisis,
yakni problem kronis yang memerlukan waktu panjang untuk muncul. Ia biadsanya
sangat kompleks dan kemunculannya tidak mudah, bahkan mungkin tidak dikenali
sama sekali, misalnya krisis industri asbestos di Amerika Serikat (Ngurah,
1999:92).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
penyebab krisis dapat berasal dari luar organisasi maupun dari dalam organisasi,
dan dapat dikategorikan menjadi: (1) Krisis yang disebabkan karena kesalahan
manusia, (2). Karena kegagalan teknologi, (3). Karena alasan sosial (kerusuhan,
perang, sabotase maupun teroris), (4). Karena berkaitan dengan bencana alam
(natural disaster) dan (5). Karena ketidak becusan manajemen.
D. Strategi komunikasi dalam menghadapi krisis
Kesalahan umum yang paling sering
dilakukan oleh pimpinan organisasi yang tidak siap menghadapi krisis adalah
dalam bidang komunikasi. Bentuk kesalahan yang dilakukan misalnya melakukan
penolakan telah terjadi krisis, berbohong, spekulasi dan menolak untuk memberi
informasi yang jujur dan komplit. Menurut Fearn-Banks, Haggart, Stubbart yang
dikutip Ngurah Putra (1999) komunikasi pada saat organisasi menghadapi krisis
menjadi sangat penting disebabkan antara lain karena krisis dicirikan oleh
adanya ketidakpastian (uncertainty), konflik kepentingan (conflict of
interest), kompleksitas dan keterlibatan emosional. Pada saat sebuah krisis terjadi, kebutuhan
akan sebuah informasi biasanya begitu tinggi. Informasi yang cepat dan tepat
akan mengurangi ketidakpastian.
Keberhasilan komunikasi krisis
tergantung dari program komunikasi yang dibuat oleh sebuah organisasi dalam
menghadapi krisis. Program komunikasi
perlu mempertimbangkan beberapa hal seperti khalayak atau publik suatu
organisasi, tujuan kegiatan komunikasi untuk masing-masing publik, pesan yang
akan disampaikan, media komunikasi yang akan digunakan, bentuk informasi,
pelaku komunikasi atau juru bicara atau sumber komunikasi krisis serta dukungan
pihak luar dalam penguatan organisasi
(Barton, 1993; Fearn Banks, 1996; W.Noeradi, 1997).
Isi komunikasi harus dapat memenuhi kebutuhan yang
berbeda-beda dari berbagai publik. Menurut Sturges, dkk ( Ngurah Putra,1999)
informasi dalam komunikasi krisis dapat berupa:
a. Instructing
information, yakni informasi yang pada dasarnya berisi petunjuk atau pedoman
apa yang harus dilakukan oleh publik ketika ada dalam sebuah krisis. Informasi
jenis ini penting karena pada saat krisis, publik menginginkan pedoman yang
pasti bagi langkah mereka selanjutnya.
b. Adjusting
information adalah informasi yang memungkinkan publik untuk mengatasi
masalah-masalah emosional mereka, misalnya dalam kasus kecelakaan pesawat.
c. Internalizing
informations adalah informasi yang akan diserap khalayak yang pada akhirnya
akan membentuk penilaian publik terhadap sebuah organisasi dalam jangka
panjang. Isi komunikasi biasanya menyangkut inti krisis yang sedang dihadapi
langkah-langkah apa yang akan dilakukan organisasi dalam menangani krisis.
Dalam menyampaikan pesan, perlu pula
dipertimbangkan aspek-aspek hukum untuk menghindari kemungkinan terjadinya
tuntutan oleh publik terhadap organisasi karena menyampaikan informasi yang
menyesatkan atau merugikan publik. Selain itu, saluran komunikasi atau media
yang akan digunakan dalam menyampaikan pesan juga perlu diperhitungkan.
Keefektifan komunikasi, dalam banyak hal sangat tergantung pada saluran atau
media yang digunakan. Media komunikasi pribadi seperti tatap muka, pertemuan
maupun media komunikasi publik seperti suratkabar, maupun televisi dapat
digunakan. Yang penting dalam pemilihan pesan adalah kemampuannya dalam
menyampaikan pesan dan tinggi rendahnya kadar kepercayaan publik terhadap media
tersebut.
E. Bagaimana penanganan manajemen public relation dalam
menghadapi krisis
Penanganan
krisis pada sebuah perusahaan dapat dilakukan dengan komunikasi baik itu
internal maupun eksternal. Komunikasi krisis bertujuan untuk mempertahankan
kredibilitas dan reputasi perusahaan. Menurut FearnBanks, (dalam Putra 1999:98)
komunikasi krisis adalah “the communication between the organization and its
public prior to, during and after negative occurance.” Komunikasi pada saat
krisis ini dilakukan untuk memberikan informasi yang akurat kepada publik
khususnya melalui media mengenai apa yang telah menimpa perusahaan, sehingga
publik tidak bertanya-tanya atau berprasangka buruk terhadap apa yang terjadi
karena pada saat krisis terjadi kebutuhan akan informasi yang tinggi.
Pemenuhan
akan informasi ke publik tersebut dilakukan melalui media cetak maupun media
elektronik. Respon dan cara pengelolaan krisis oleh suatu perusahaan
mencerminkan bagaimana perusahaan tersebut memperlihatkan tanggung jawab atas
perbuatannya dan menunjukkan kewajiban terhadap para stakeholdernya. Penanganan
sebuah krisis sebagai suatu tanggung jawab terhadap publiknya dapat dilihat
seperti contoh kasus mengenai tindakan yang dilakukan oleh manajemen Japan
Airlines(JAL) saat mengalami kecelakaan pada tahun 1985.
Manajemen
JAL segera menginformasikan korban yang meninggal, luka-luka dan yang selamat
bahkan langsung menghubungi pihak keluarga korban. JAL mempunyai kontrol yang
baik pada arus informasi yang ada dan juga memiliki laporan mendetail mengenai
apa yang menyebabkan kecelakaan. Pimpinan JAL sendiri, Yasumoto Takagi
memberikan news conference untuk memberikan keterangan, menyampaikan rasa
belasungkawa dan meminta maaf atas kecelakaan yang terjadi kemudian melayani
penguburan para korban, memberikan bantuan keuangan dan tawaran pengunduran
diri dari pejabat teras perusahaan. Dalam aspek komunikasi, JAL memiliki
kendali informasi yang lebih baik, sehingga perusahaan dengan segera dapat
memberikan informasi mengenai jumlah orang berikut nama-namanya yang menjadi
korban kecelakaan. Bahkan JAL juga memberikan informasi mengenai percakapan
antara cockpitdan pusat kendali di bandara. Semua aktifitas komunikasi dan
penanganan pada saat krisis akibat kecelakaan yang menimpa JAL dapat dijadikan
contoh bagi perusahaan penerbangan yang lain.
Mengambil contoh
kasus pada kecelakan yang pernah dialami pesawat Air Asia QZ8501 adalah Kementerian
Perhubungan merilis kronologi hilangnya pesawat AirAsia QZ8501 dalam jumpa pers
di kantor Otoritas Bandara Wilayah II, Bandara Soekarno-Hatta, Minggu
(28/12/2014). seperti yang diungkapkan Direktur Perhubungan Udara Djoko
Murjatmodjo kepada kompas.com :
·
Pukul 05.36, pesawat
berangkat dari Surabaya menuju Singapura dengan ketinggian 32.000 kaki. Pesawat
dilaporkan mengikuti jalur yang biasa ditempuh antara Surabaya dan Singapura,
yaitu M635.
·
Kontak terakhir pesawat
dengan Air Traffic Control Jakarta pukul 06.12. Dalam kontak itu, pilot meminta
menghindar ke arah kiri dan meminta izin untuk naik ke ketinggian 38.000 kaki.
Permintaan pilot disetujui oleh pihak ATC.
·
Pukul 06.16, pesawat masih
ada di layar radar.
·
Pukul 06.17, pesawat hanya
tinggal sinyal di dalam radar ATC.
·
Pukul 06.18, pesawat hilang
dari radar. Yang ada pada radar tinggal data rencana terbang. Seharusnya, di
dalam radar terdapat data lain, yakni realisasi terbang. Namun, data itu
hilang.
·
Pukul 07.08, pesawat
dinyatakan INCERFA, yakni tahap awal hilangnya kontak. Pihak Dirjen Perhubungan
melakukan kontak ke Basarnas.
·
Pukul 07.28, pesawat
dinyatakan ALERFA, tahap berikut dalam menyatakan pesawat hilang kontak.
·
Pukul 07.55, pesawat
dinyatakan DETRESFA atau resmi dinyatakan hilang.
Kasus
kehilangan pesawat Air Asia QZ8501 dengan muatan 155
penumpang itu diperkirakan jatuh di perairan Tanjung Pandan dan Pontianak. Ini
merupakan sebuah musibah yang dapat melanda perusahaan penerbangan bahwa siapa
saja dalam berbagai tingkatan sehingga
tidak ada satu organisasi atau perusahaan yang dapat bersikap acuh tak acuh terhadap
segala kemungkinan yang terjadi. Oleh sebab itu setiap organisasi atau
perusahaan permu membentuk sebuah tim manajemem krisis yang permanen guna
mengantisipasi ataupun menangani kasus-kasus berkaitan dengan krisis yang
terjadi pada perusahaan tersebut. Seperti yang dilakukan Dirjen perhubungan
Udara Djoko Murjatmodjo setelah mendapat informasi pesawat Air Asia QZ8501
hilang content,maka di Tower Soekarno-Hatta
dibuka Crisis Management Center sesuai SOP AirNav Indonesia.
Penanganan krisis yang utama dapat dilakukan dengan
komunikasi, baik itu secara internal maupun eksternal. Komunikasi pada saat
krisis ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada publik khususnya melalui
media mengenai kejadian yang menimpa perusahaan sehingga publik tidak
bertanya-tanya atau berspekulasi tentang apa yang sedang terjadi. Kunci sukses
mencapai komunikasi krisis yang baik dalam situasi krisis adalah menentukan
peran organisasi/perusahaan itu sendiri sebagai pusat informasi satu-satunya
(yang utama) dengan menjelaskan apa yang sedang terjadi dan upaya apa yang
telah dilakukan dalam menghadapi krisis tersebut
Dalam
kasus jatuhnya pesawat Air Asia QZ8501 dalam hal ini pihak Indonesia Air Asia
sendiri telah melakukan tahapan komunikasi krisis yaitu dengan menggelar jumpa
pers yang dilakukan pada hari terjadinya peristiwa (tanggal 28 Desember 2014).
Direktur Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo sebagai narasumber mengumumkan
melalui media bahwa pesawat Air Asia QZ8501 telah hilang, menyampaikan
kronologi sebelum pesawat hilang dan berupaya menangani evaluasi korban.
Kondisi tersebut
memperlihatkan bahwa pejabat tertinggi perusahaan sekalipun harus turun tangan
mempertanggungjawabkan kecelakaan yang menimpa pesawat Air Asia tersebut, bahwa
Menteri-meneteri Perhubungan turut
membantu pihak manajemen Air Asia dalam mengatasi kecelakaan pesawat tersebut.
BAB
III
PENUTUP
- Kesimpulan
Dalam kemunculan isu
pada sebuah perusahaan
menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi
manajemen issue untuk dapat menentukan
tindakan yang mampu mengatasi isu
yang berkembang pada
masyarakat. Tindakan-tindakan yang harus dilakukan manajemen isu dalam
menghadapi isu mencakup
identifikasi isu, analisis
isu, menentukan prioritas, memilih program strategi, mengimplementasikan
program aksi dan komunikasi, serta mengevaluasi efektivitasnya.
Suatu perusahaan atau organisasi yang dianggap
atau dalam kondisi krisis dipandang
sebagai suatu situasi atau kejadian yang lebih banyak punya implikasi negatif
atau bersifat merusak pada suatu organisasi daripada sebaliknya. Penanganan
krisis pada sebuah perusahaan dapat dilakukan dengan komunikasi baik itu
internal maupun eksternal. Komunikasi krisis bertujuan untuk mempertahankan
kredibilitas dan reputasi perusahaan. Komunikasi pada saat krisis untuk memberikan informasi kepada publik khususnya melalui
media mengenai kejadian yang menimpa perusahaan sehingga publik tidak
bertanya-tanya atau berspekulasi tentang apa yang sedang terjadi.
Daftar
pustaka
Putra,
I.G.N. 1999. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta : Andi Offset.
Hal. 98
Regester,
Michael. 2003. Judy Larkin. Risk Issues and Crisis Management In Public
Relations. New Delhi : Kogan Page Pvt. Ltd. Hal.146-147
Cutlip,
Scott M., Allen H. Center & Glen M. Broom, Ph.D. 2000. Effective Public
Relations. Eight Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice-Hall,
Inc.
Chase, W. Howard. 1984. Issue Management: origins
of the future. U.S.A.: Issue Actions Publications Inc.
Barton,
L. 1993. Crisis in Organizations: Managing and Communications in the Heat of
Chaos.
Cincinnati: South- Western Publishing.
Fearn-Banks,
K. 1996. Crisis Communications: A casebook Approach . Mahwah NJ:
Lawrence Erlbaum.
I
Gusti Ngurah Putra. Manajemen Hubungan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit
Universitas Atma Jaya.
Mazur,
Laura & John White.1998. ”Manajemen Krisis” (alih bahasa Miftah
F.Rakhmat). artikel pada Jurnal ISKI Manajemen Krisis, No. 2/Oktober 1998.
terimakasih. materinya cukup lengkap dan membantu.
BalasHapus